Jumat, 19 Maret 2010

1.Korupsi


KORUPSI

Di susun oleh:


NAMA                                                     : MULYADI
NIM                                                         : 09.11.3332
MATERI                                                  : AGAMA
JENIS TUGAS                                         : PENGGANTI UTS
DOSEN                                                    : Bpk.Junaidi,S.Ag.,M.Hum

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2009

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang .segala puji syukur hanya bagi  Allah,tempat kita berlindung,memohon pertolongan dan memohon ampunan.kami berlindung kepada Allah dari semua kejahatan yang bersumber dari dalam diri keburukan pekerjaan yang kami kerjakan.barangsiapa mendapatkan hidayah dari Allah,maka tiada kesesatan baginya.aku bersaksi tiada tuhan selain Allah,dan tiada sekutu bagi-Nya dan bersaksi bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan-Nya dan tuhan semesta alam yang telah mengajarkan manusia segala sesuatu yang tidak di ketahuinya.semoga shalawat serta salam tercurahkan kepada pimpinan nabi dan rosul ,Muhammad saw,keluarga,dan para sahabatnya.amin amma ba’du…
Allah telah berfirman ,
“hai orang –orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam.”(Ali Imran:102)
“hai orang –orang yang beriman,bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.dan barang siapa menaati Allah dan Rosul-nya,maka sesungguhnya ia telah mendapat  kemenangan yang besar.”(al-ahzab:70-71)
“Dan (ingatlah juga),takala tuhanmu memaklumkan,’sesungguhnya jika kamu bersyukur,pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu,dan  jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),maka sesungguhnya  azab-Ku sangat  pedih.”(Ibrahim:7)
Dengan firman di atas saya sebagai seorang fakir di hadapan Allah ingin memberikan sebuah pesan bahwa kita sebagai umat manusia yang bertaqwa kepada Allah untuk selalu menyembah Allah hanya satu baginya.dan selalu bertaubat meminta ampunan kepada Allah agar kita akan menjadi umat yang yang di sayangi oleh Allah.Amin

PEMBAHASAN
Pemberitaan mengenai korupsi telah menjadi konsumsi publik. Mulai dari kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota Legislatif (DPR), Yudikatif (kejaksaan agung), dan Eksekutif (Direktur Utama Pos Indonesia, Gubernur Bank Indonesia).
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa pejabat kita malah menjadi pionir dalam tindak pidana korupsi dan mereka cenderung menyepelekan persoalan korupsi yang melilitnya?
Sebelum jauh menjawab pertanyaan di atas ada baiknya dalam tulisan ini dijelaskan terlebih dahulu apa itu korupsi.
PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi secara etimologis berasal dari bahasa Latin, corruptio atau corruptus yang berarti; merusak, tidak jujur.Korupsi juga mengandung arti kejahatan, kebusukan, tidak bermoral, dan kebejatan. Korupsi diartikan pula sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berarti, buruk, rusak, busuk, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Masih menurut kamus ini, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Kartini Kartono (Patologi Sosial, 1981, 80), seorang ahli patologi sosial, mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Sementara Jeremy Pope (Strategi Memberantas Korupsi) membuat definisi yang cukup simple dan mudah dipahami bahwa korupsi adalah menyalahgunakan kekuasaan/kepercayaan untuk kepentingan pribadi.
Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa acuan mengenai korupsi.

Allah berfirman:
 Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.Ali imran (3:161)
 Dalam Q.S. Ali Imran (3:161), korupsi disebut ghulul. Secara harfiah, ghulul berarti penghianatan terhadap kepercayaan (amanah). Memang seperti ditegaskan oleh Syed Hussein Alatas, seorang pemerhati fenomena korupsi, inti korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi atau pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan (Syed Hussein Alatas, Sifat, Sebab, dan Korupsi)
Selain itu dalam al-Qur’an korupsi didiskripsikan dengan kata al-suht, Surat al-Maidah (5: 42, 62, 63).
42.  Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram[418]. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.(42)

62. Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram[425]. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu.

63. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
 Dalam kitab tafsir Ahkam al-Qur’an, dikutip definisi sahabat Ibn Mas’ud. tentang al-suht sebagai menjadi perantara dengan menerima imbalan anatar seseorang dengan pihak penguasa untuk suatu kepentingan.
Khalifah Umar Ibn al-Khattab mengemukakan pengertian yang sama dengan Ibn Mas’ud dimana ia menyatakan, al-suht adalah bahwa seseorang yang memiliki pengaruh di lingkungan sumber kekuasaan menjadi perantara dengan menerima imbalan bagi orang lain yang mempunyai kepentingan sehingga penguasa tadi memuluskan keperluan orang itu.
Dalam hadist-hadist Nabi Muhammad, s.a.w, juga sangat banyak rujukan mengenai korupsi, baik menyangkut jenis-jenis korupsi seperti risywah (penyuapan), penerimaan hadiah oleh pejabat, penggelapan, dan lain-lain, maupun menyangkut kebijakan dan strategi Nabi Muhammad, s.a.w, dalam memberantas korupsi. Beberapa strategi yang dilakukan Nabi Muhammad, s.a.w, dalam menangani korupsi adalah melakukan pemeriksaan terhadap para pejabat seusai menjalankan tugas.
Selain itu Rasulullah, s.a.w, berupaya menimbulkan suata efek psikologis sedemikian rupa sehingga masyarakat sangat menakuti korupsi. Hal ini dilakukan, misalnya, dengan penolakan Nabi, s.a.w, untuk menyalatkan jenasah koruptor (cukup disalatkan oleh sahabatnya saja), koruptor akan masuk neraka meskipun nominalkan kecil, pelaku risywah akan mendapat laknat Allah, dan sedekah dan infak hasil korupsi tidak diterima Allah. Mengenai terakhir ini, Nabi, s.a.w, bersabda:
“Dan Ibn ‘Umar (diriwayatkan bahwa) ia berkata: sesungguhnya saya mendengar Rasulullah, s.a.w, bersabda; tidak diterima salat tanpa wudlu dan sedekah dari hasil korupsi (ghulul)”.
Rasulullah juga memperingatkan agar koruptor tidak dilindungi, disembunyikan, atau ditutupi perbuatannya. Barangsiapa melakukan demikian, maka ia sama dengan pelaku korupsi itu sendiri. Dalam kaitan ini diriwayatkan dalam sebuah Hadis sebagai berikut:
“Dari Sumurah Ibn Jundub (diriwayatkan bahwa) ia berkata: adapun selanjutnya, Rasulullah, s.a.w, bersabda; barangsiapa menyembunyiakn koruptor  maka, ia sama dengannya (Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, 1994, I, 628, Hadis nomor 2716, “Kitab al-Jihad, Bab al-Nahyu ‘an al-Satz ‘ala Man Galla”, baca juga Syamsul Anwar, “Pengantar”, Fiqh Antikorupsi, Perspektif Ulama’ Muhammadiyah) Berangkat dari hal tersebut di atas, masalah korupsi atau tidak korupsi bagi seseorang atau sebuah bangsa, bukan persoalan dasar kelahiran (bawaan lahir atau takdir) seseorang atau bangsa ini baik atau buruk, persoalannya terletak pada kesadaran dan penegakan hukum dalam kehidupan seseorang atau bangsa itu sendiri. Sementara itu ada orang yang berselonoh melihat perilaku hukum dari negeri seribu pulau ini dengan menyatakan bahwa warga nusantara ini adalah keturunan ahli tafsir (Abdul Munir Mulkhan, “Sambutan”, Fiqh Antikorupsi)
Maka, berada dalam puncak kekuasaan, seseorang seringkali lupa asal muasalnya. Ia lupa sedang menjalankan amanah mulia mengembang aspirasi masyarakat. Kekuasaan telah membutakan mata hati pejabat kita untuk menjalankan amanah ini. Amanah rakyat yang juga merupakan amanah Tuhan (vox populie vox die) ditukar dengan harta kekayaan yang menyilaukan.
Harta merupakan “jalan menuju” surga dunia. Dengan banyaknya harta yang dimiliki seseorang akan mendapat tempat di masyarakat. Ia akan dipandang (dihormati). Penghormatan ini akan berujung sikap membanggakan diri sendiri (narsisitis). Narsisitis akan membentengi orang melihat kebenaran. Mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk menguras pundit-pundi negara dengan kekuasaannya (pangkat dan jabatan).
Kekuasaan seringkali hanya dimaknai secara sempit oleh pejabat kita. Kekuasaan hanya dimaknai sebagai alat atau tempat untuk menumpuk kekayaan. Kekuasaan belum mampu dimaknai sebagai amanah kemanusiaan. Amanah kemanusiaan yang dapat menyelamatkan diri sendiri dan orang lain.
Mengembang amanah kemanusiaan akan dapat menyelamatkan seseorang dari godaan kekayaan atau dunia. Lebih dari itu, amanah kemanusiaan akan menuntun seseorang menjadi seorang pemimpin bukan seorang penguasa. Kekuasaan bukanlah untuk untuk menjadi penguasa. Kekuasaan adalah tempat untuk memimpin dan menjadi pemimpin.
Korupsi adalah syirik
Hilangnya misi menjadi pemimpin saat berkuasa telah mendorong seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Padahal, menurut Abdul Munir Mulkhan (Kearifan Tradisional, Agama Bagi Manusia atau Tuhan, 2005, baca juga A. Munir Mulkhan, Kesalehan Multikultural, Ber-Islam secara Autentik-Kontekstual di Aras Peradaban Global, 2005, 117), korupsi tergolong syirik tanpa ampunan karena selain kerusakan yang luar biasa dan berantai setara dengan mempercayai kekuatan penentu nasib selain Allah.
Lebih lanjut, komisioner Komnas HAM ini menyatakan, selama ini, tafsir konvensional syirik lebih sebagai model keberagamaan magis yang hanya mengejar pahala bagi kepentingan pragmatis dan disusun dalam kesadaran budaya agraris yang belum mengenal perilaku korupsi, money politic dan tindakan kriminal yang dilakukan dengan jasa teknologi. Zaman global dengan kecanggihan teknologi seperti saat ini memerlukan tafsir kritis yang fungsional bagi kepentingan publik di luar batas-batas kepemelukan agama. Syirik perlu diberi tafsir baru, penduaan Tuhan dilihat dari kerusakan publik dan lingkungan serta penderitaan manusia yang diperkirakan bakal terjadi akibat suatu tindakan seperti korupsi.
Dengan tafsiran baru ini, seseorang akan seribu kali berfikir untuk korupsi. Namun, kesadaran teologis ini perlu dikembangkan menjadi ketaatan pada hukum. Artinya, tidak hanya korupsi sebagai syirik besar, namun bagaimana hukum masyarakat berlaku. Mengucilkan seorang koruptor dari kehidupan berbangsa dan bernegara mungkin lebih efektif daripada menghukum mereka di dalam penjara.
Penjara bukanlah tempat yang tepat untuk koruptor. Karena di dalam penjara, seorang koruptor masih dapat mengendalikan permainan hukum dan korupsi sebagaimana bandar Narkoba yang mampu mengontrol jaringan kerja dari dalam jeruji besi.
Dengan tafsiran baru ini, korupsi tidak lagi menjadi wilayah dunia ansich, namun, dihukum dengan pendekatan teologi humanistik yang rasional (Benni Setiawan, “Tafsir Kritis Korupsi di Era Globa”l, Dengan demikian, Islam merupakan ajaran yang sangat menentang korupsi. Bahkan menyamakan perilaku korupsi dengan syirik, sebuah dosa yang tidak akan pernah diampuni oleh Allah, s.w.t.
Korupsi ini pun tidak terbatas pada bentuk penyelewengan anggaran keuangan, namun juga melingkupi korupsi politik. Hal ini karena, bentuk penyelewengan kekuasaan yang tidak memedulikan rakyat banyak juga termasuk korupsi.
Jadi, kebijakan publik yang meninggalkan komponen utama dalam negara (masyarakat) seperti rencana kenaikan gas elpiji, politik dagang sapi dalam pemilihan menteri, dan seterusnya merupakan bentuk korupsi.
Pada akhirnya, dengan melihat realitas yang demikian, wacana atau ancangan pemberantasan korupsi di Indonesia sudah saatnya tidak hanya terbatas pada “korupsi kelas teri”sebuah penyelewengan penggunaan anggaran atau dalam bentuk uang. Namun, juga sebuah “korupsi kelas kakap” atau mega skandal yang mengebiri hak-hak rakyat banyak dan menguntungkan pribadi, parpol, golongan tertentu saja. Wallahu a’lam.


Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa yang dimaksud dengan musuh-musuh Tuhan adalah orang-orang yang kafir, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 98. Arti 'kafir' menurut al-Ashfahani adalah 'menutupi', dan karena itu 'malam' disebut dengan 'kafir' karena menutupi 'siang' atau benda-benda lain dengan kegelapannya. Awan juga disebut 'kafir' karena dia menutupi matahari, demikian pula petani disebut dengan 'kafir' karena menutupi benih dengan tanah.

`tB tb%x. #xrßtã °! ¾ÏmÏGx6Í´¯»n=tBur ¾Ï&Î#ßâur Ÿ@ƒÎŽö9Å_ur Ÿ@8s3ÏBur  cÎ*sù ©!$# Arßtã z`ƒÌÏÿ»s3ù=Ïj9 ÇÒÑÈ
98. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.

Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa yang dimaksud dengan musuh-musuh Tuhan adalah orang-orang yang kafir, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 98. Arti kafir menurut al-Ashfahani adalah menutupi, dan karena itu malam disebut dengan kafir karena menutupi siang atau benda-benda lain dengan kegelapannya. Awan juga disebut kafir karena dia menutupi matahari, demikian pula petani disebut dengan kafir karena menutupi benih dengan tanah.

Meminjam pengertian yang dikemukakan oleh al-Ashafahani ini, maka dapat ditengarai bahwa para koruptor termasuk ke dalam kategori kafir. Pengidentikan ini didasarkan kepada perbuatan mereka yang selalu menutupi rakyat untuk mendapatkan haknya, seperti mendapatkan fasilitas yang layak dari negara karena mereka sudah menunaikan kewajibannya dengan membayar pajak. Kafir dalam tataran ini bukan lawan kata dari iman sebagaimana yang dipahami selama ini. Kemudian, tidak semua ulama sepakat memahami bahwa iman adalah  lawan kata dari  kafir. Imam al-Ghazali misalnya, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kafir adalah pendustaan terhadap Rasulullah dan ajaran-ajarannya, demikian dikutip oleh Harifuddin Cawidu dalam bukunya Konsep Kufur dalam Al-Qur’an.


Mengapa para koruptor identik dengan musuh tuhan?
 Pengidentikan orang-orang kafir sebagai musuh Tuhan karena mereka telah melakukan kezaliman kepada sesama manusia. Demikian juga halnya kezaliman yang dilakukan oleh para koruptor yang selalu 'menghisap darah' rakyat. Apabila orang-orang kafir dengan kezalimannya diidentikkan sebagai musuh Tuhan, maka lebih pantas lagi jika para koruptor dimasukkan ke dalamnya.
È
39. Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku[916]; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku,
Dalam Q.S. Thaha ayat 39 ditegaskan bahwa sosok manusia yang menjadi musuh Tuhan adalah Fir'aun karena selalu melakukan penindasan terhadap rakyatnya. Kemudian tokoh ini juga paling menonjol dalam bidang kekafiran dan kezaliman sehingga sampai mengaku dirinya sebagai Tuhan.

Dengan demikian, siapa saja yang memiliki watak seperti Fir'aun maka secara otomatis adalah musuh Tuhan. Identiknya para koruptor sebagai musuh Tuhan karena kezaliman yang mereka lakukan sudah sampai kepada tingkat menyengsarakan rakyat. Pembangunan yang dilakukan tidak pernah berkualitas karena masing-masing koruptor sudah bertindak sebagai 'tukang sunat'. Lebih parahnya lagi, mereka tidak segan-segan menguras kekayaan negara hanya untuk kepentingan diri
,


Dampak dari korupsi yang semakin menggila ini terjadilah kemandulan infrastruktur yang menyebabkan rakyat semakin bertambah miskin. Sarana-sarana perekonomian hampir semuanya lumpuh total, transportasi tidak pernah lagi menjanjikan kenyamanan dan keamanan, jalan-jalan sudah mulai berkerawang, pemadaman listrik persis seperti makan obat 3 kali sehari dan lain-lain. Tuhan sebagai penguasa mutlak yang selalu berpihak kepada masyarakat lemah memproklamirkan, bahwa tipe manusia-manusia yang berwatak Fir'aun ini adalah musuh-musuh-Nya. Ironisnya, proklamasi Tuhan ini dianggap saja angin lalu oleh para koruptor dan juga kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan dengan mengatasnamakan agama. Akan tetapi mereka tidak punya nyali untuk menyerang para koruptor dan beraninya hanya kepada PSK dan kafe-kafe kecil.

Ketentuan Tuhan untuk Para Koruptor
Ketika para koruptor diidentikkan sebagai musuh Tuhan karena banyaknya kezaliman yang mereka lakukan, maka secara otomatis berlaku pula ketentuan-ketentuan Tuhan terhadap mereka. Paling tidak, ada 3 (tiga) surat dalam Al-Qur'an yang menginformasikan ketentuan-ketentuan Tuhan ini, yaitu Q.S. al-Anfal ayat 60, Q.S. al-Tawbah ayat 114 dan Q.S. al-Mumtahanah ayat 1.  Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa ketentuan Allah kepada musuh-musuhnya termasuk para koruptor ialah mengkerahkan segala kemampuan untuk menggetarkan mereka (lihat Q.S. al-Anfal ayat 60)
60. Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).

 Adapun yang dimaksud dengan 'menggetarkan' dalam ayat ini adalah membuat para koruptor untuk tidak berkutik. Oleh karena itu, semua komponen (tidak hanya KPK) harus melibatkan diri untuk memantau gerak-gerik para koruptor.

Kemudian Al-Qur'an juga menyebutkan, bahwa tidak boleh memintakan ampun kepada mereka dan harus berlepas diri (Q.S. al-Tawbah ayat 114).


114. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.

 Maksudnya adalah bahwa orang-orang yang sudah jelas melakukan kezaliman seperti para koruptor jangan lagi diminta ampunkan kepada Tuhan dengan melalui zikir, doa dan istighasah, terlebih lagi melakukan statement dengan menyatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK adalah fitnah dan lain-lain. Adapun yang dimaksud dengan 'berlepas diri' ialah menjaga jarak dan jangan lagi diikuti kebijakan mereka hanya gara-gara 'amplop'. Pada penggalan awal Q.S. al-Mumtahanah ayat 1 ditegaskan:


1. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang
kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.
 '' Maksud dari bagian ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada lagi kasih sayang bagi musuh-musuh Tuhan, mereka harus dijauhi dan dikucilkan dengan berbagai macam cara. Dan kalau perlu, setiap acara yang mereka lakukan harus diboikot.

Ayat ini juga memberikan informasi tentang karakteristik musuh-musuh Tuhan ini. Karakteristik dimaksud adalah keingkaran mereka kepada kebenaran dan mengusir Rasul. Ingkar kepada kebenaran bukan karena tidak tahu tapi tidak mau tahu dan sekiranya mereka melakukan kebenaran pastilah sifatnya tentatif (sementara) karena ada tujuan dan kepentingan politis di dalamnya. Adapun yang dimaksud dengan mengusir ialah tidak mau mengikuti pesan-pesan Rasul dan sekiranya mereka ikuti hanya sebatas penampilan lahiriyah saja. Pada akhir ayat disebutkan, bahwa barangsiapa yang melakukan hal-hal di atas (karakteristik musuh-musuh Tuhan), maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. Jika pengidentikan musuh-musuh Tuhan di atas dengan para koruptor memang sesuai, berarti para koruptor adalah orang-orang yang sesat dan tempat yang paling cocok untuk mereka adalah neraka. Agaknya tidak salah jika diucapkan kepada para koruptor go to hell (pergilah ke neraka)
Penutup
Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan musuh-musuh Tuhan adalah orang-orang kafir yang suka membuat kezaliman dan kesengsaraan. Jika dilihat kezaliman dan kesengsaraan yang ditimbulkan oleh para koruptor maka dapat dikategorikan bahwa mereka juga adalah musuh-musuh Tuhan. Kategori ini dapat dilihat melalui akibat dari kezaliman mereka yang tidak hanya dirasakan segelintir orang dan bahkan satu Republik ini ikut merasakannya.dan untuk para koruptor yang sedang melaksanakan tugasnya semoga mereka di berkati dan di berikan hidayah oleh allah..amien



DAFTAR PUSTAKA
Dr,Ahzami, Samiun jazuli,

Dr,Yusuf,Qardawi,

Amru Khalid

























0 komentar: